Foldertekno.com – JAKARTA – Kesalahan pada menampilkan kurs nilai tukar rupiah yang mana terjadi dalam Google tidak belaka sekadar permasalahan teknis, tetapi juga memunculkan dampak yang mana tambahan luas, khususnya dikarenakan lambannya perbaikan terhadap informasi yang digunakan salah tersebut.
Seperti diketahui, Google salah menampilkan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika dalam website mereka. Yang seharusnya Rp16.304,69 menjadi setengahnya atau Rp8.170,65. Dampaknya, warganet heboh dalam berbagai media media sosial.
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Studi Ketenteraman Siber CISSReC, mengatakan, di ekosistem digital global, Google telah terjadi menjadi acuan utama bagi berbagai orang di mencari informasi finansial, termasuk kurs mata uang.
“Ketika data yang ditampilkan tiada akurat kemudian berlangsung pada waktu yang digunakan lama tanpa koreksi, hal ini dapat mengakibatkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan pada sedang masyarakat,” ungkapnya.
Ketergantungan rakyat terhadap Google sebagai sumber informasi memproduksi kesalahan di nilai tukar menjadi lebih lanjut dari sekadar kekeliruan biasa. Banyak individu, pelaku bisnis, serta penanam modal yang menggunakan Google sebagai patokan pada menyebabkan langkah ekonomi.
Jika informasi yang digunakan diberikan tiada sesuai dengan kenyataan, hal ini berpotensi menyebabkan dampak finansial yang mana merugikan, baik pada skala kecil maupun besar.
Dalam konteks ini, Pratama mengumumkan bahwa Google seharusnya lebih banyak bertanggung jawab berhadapan dengan informasi yang tersebut disebarkannya, khususnya terkait data ekonomi yang digunakan sensitif.
“Meskipun Google bukanlah penyedia data finansial primer kemudian hanya saja menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap saja memiliki kewajiban untuk melakukan konfirmasi bahwa informasi yang dimaksud ditampilkan akurat serta segera diperbaiki jikalau terjadi kesalahan. Ketika sebuah kesalahan sudah terdeteksi dan juga dilaporkan oleh sejumlah pengguna, namun tak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang dimaksud berpotensi merugikan masyarakat,” ungkapnya.
Lebih jauh, Pratama juga mengungkapkan bahwa kesalahan pada menampilkan kurs yang dimaksud berlangsung di waktu lama dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang digunakan menyesatkan, atau bahkan hoaks.
“Dalam era digital pada waktu ini, penyebaran berita palsu atau informasi yang mana salah dapat mengakibatkan ketidakstabilan di dalam berbagai sektor. Jika Google sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di tempat dunia tak memiliki mekanisme yang tersebut cepat pada memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan rakyat terhadap akurasi data yang disediakan oleh Google akan semakin dipertanyakan,”tutupnya.