Foldertekno.com – JAKARTA – Pasar kripto kembali menampilkan drama menegangkan. Setelah sempat terjun bebas ke level USD74.000, Bitcoin, sang raja kripto, menunjukkan taringnya dengan meningkat pesat kembali ke area USD80.000, Selasa (8/4).
Tidak cuma Bitcoin, beberapa altcoin utama seperti HYPE, TAO, HBAR, MKR, KAS, SUI, juga RENDER juga mengalami lonjakan biaya signifikan, bahkan mencapai lebih banyak dari 10% pada 24 jam terakhir. Hal ini jadi pemandangan “hijau” yang digunakan menenangkan di dalam sedang gejolak pasar.
Recovery Moderat di area Tengah Tren Penurunan Mingguan
Meskipun terjadi pemulihan moderat, pangsa kripto secara mingguan masih menunjukkan tren penurunan. Total kapitalisasi bursa ketika ini berada pada bilangan USD2,591 triliun, masih lebih tinggi rendah dibandingkan kondisi pada 1 April lalu yang digunakan mencapai USD2,766 triliun, berdasarkan data Coingecko. Hal ini juga jadi pengingat bahwa pangsa kripto masih rentan terhadap volatilitas.
Namun, di area sedang tren penurunan, ada secercah harapan. Informasi Coingecko menunjukkan jumlah perdagangan mengalami peningkatan signifikan, dari USD108 miliar pada 1 April menjadi USD239 miliar pada hari ini. Sebuah indikasi bahwa minat penanam modal terhadap kripto masih tinggi.
Optimisme Inflasi CPI: Angin Segar atau Ilusi Sesaat?
Menanggapi kondisi lingkungan ekonomi yang bergejolak, Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, mengungkapkan bahwa kenaikan nilai kripto kemungkinan dipicu oleh meningkatnya optimisme penanam modal terhadap rilis data pemuaian CPI (Consumer Price Index) Amerika Serikat bulan Maret.
“Data CPI Negeri Paman Sam yang tersebut akan dirilis pada 10 April ini berpotensi memberikan angin segar bagi bursa apabila kenaikan yang digunakan ada sejalan dengan proyeksi para ekonom pada nomor 2,5% secara tahunan. Apabila kenaikan CPI berada pada hitungan tersebut, hal itu akan menjadi tingkat pemuaian tahunan terendah sejak September lalu. Berdasarkan survei ekonom yang tersebut dijalankan oleh Dow Jones Newswires juga The Wall Street Journal, CPI diperkirakan semata-mata naik 2,5% secara tahunan, turun dari 2,8% pada bulan Februari,” jelas Fahmi.
Namun, Fahmi mengingatkan bahwa dampak sentimen positif ini kemungkinan besar terbatas, mengingat perasaan khawatir penanam modal terhadap prospek kenaikan kenaikan harga di area bulan April akibat kebijakan tarif impor baru yang diusulkan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Bayang-Bayang Kebijakan Trump: Ancaman Inflasi juga Resesi?
“Indikator Tariff Fear gauge UBS, yang mengukur seberapa besar bursa telah dilakukan memperhitungkan dampak tarif impor AS, turun dari 30% pada bulan Maret menjadi hanya saja 11% pada bulan April. Penurunan yang disebutkan mengindikasikan bahwa pemodal mungkin saja belum sepenuhnya memahami seberapa kritis dampak kebijakan tarif baru yang digunakan ada. Ahli strategi UBS, Bhanu Baweja, mengingatkan bahwa jikalau kebijakan ini tetap memperlihatkan berlaku, tarif rata-rata untuk impor Amerika Serikat dapat naik dari 2,5% menjadi 24%, yang tersebut dapat menyusutkan ekonomi Amerika Serikat sebesar 1,5% hingga 2% pada tahun ini lalu menyokong naiknya harga tahunan hingga ke level 5%,” kata Fahmi.
Kebijakan tarif impor yang mana agresif ini berpotensi memicu kenaikan harga tinggi juga bahkan resesi pada Amerika Serikat, yang dimaksud pada akhirnya akan berdampak negatif pada bursa keuangan global, termasuk pangsa kripto.
Bitcoin: Emas Digital di area Tengah Ketidakpastian?
Namun, di area berada dalam ketidakpastian ini, Bitcoin miliki kemungkinan untuk bersinar sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi, atau yang mana rutin disebut sebagai “emas digital”.
“Akan tetapi satu hal yang perlu dicermati adalah bahwa aset kripto khususnya Bitcoin merupakan instrumen yang mana dapat dipandang sebagai inflation-hedge, atau yang tersebut rutin diibaratkan sebagai emas digital. Jika situasi yang ada pada waktu ini telah terjadi menggerakkan harga jual emas menyentuh nilai tertinggi barunya, maka bukanlah bukan kemungkinan besar perhatian pemodal terhadap aset kripto seperti Bitcoin sebagai alternatif lindung nilai, dapat mulai berkembang, meskipun pada waktu ini korelasi antara aset kripto dan juga saham masih relatif tinggi,” imbuh Fahmi.
Bagi penanam modal yang digunakan mengutamakan fundamental aset, Fahmi merekomendasikan strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) di dalam aset kripto dengan kapitalisasi bursa terbesar.